Beranda | Artikel
Setelah Wudhu, Menginjak Tanah, Apakah Batal?
Rabu, 2 November 2022

Pertanyaan:

Apakah benar bahwa orang yang sudah wudhu lalu kakinya kotor lagi karena menginjak tanah maka wudhunya batal dan harus diulang? Karena teman saya ada yang mengatakan demikian. Mohon penjelasannya.

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin, wa ‘ala alihi was shahbihi ajma’in. Amma ba’du,

Menyentuh atau menginjak tanah setelah berwudhu, sama sekali tidak membatalkan wudhu. Karena tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa menginjak atau menyentuh tanah adalah pembatal wudhu. Padahal kaidah fiqhiyyah yang disebutkan para ulama:

الأصل بقاء ماكان على ماكان

“Pada asalnya, hukum yang sudah ditetapkan itu tetap berlaku”.

Maka jika seseorang sudah berwudhu, ia dihukumi suci dan tidak batal wudhu. Kecuali terdapat dalil yang menunjukkan batalnya wudhu. Sedangkan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa menyentuh tanah adalah pembatal wudhu. Pembatal-pembatal wudhu ditentukan berdasarkan dalil syar’i bukan akal atau perasaan. 

Sehingga, menyentuh atau menginjak tanah setelah berwudhu tidaklah membatalkan wudhu. Dewan Fatwa Islamweb mengatakan:

أما إذا كان الشخص متوضئا, ثم لصق تراب على قدمه بعد الوضوء, فهذا لا يؤثر على وضوئه

“Adapun jika seseorang sudah berwudhu, lalu setelah itu tanah menempel di kakinya, ini tidak mempengaruhi keabsahan wudhu sama sekali.” (Fatwa Dewan Islamweb no.267847)

Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah al-Muyassarah (1/117-126), Syaikh Husain al-Awaisyah hafizhahullah menyebutkan bahwa pembatal wudhu ada lima:

  • Al-kharij min sabilain (keluar sesuatu dari qubul dan dubur), baik berupa air seni, air besar (feses), mani, madzi, darah istihadhah, atau kentut.
  • Hilangnya akal.
  • Menyentuh farji (kemaluan) dengan syahwat.
  • Makan daging unta.
  • Tidur nyenyak.

Pembatal wudhu berbeda dengan qadzarah. Qadzarah artinya kotoran, yaitu semua yang dianggap kotor atau tidak bersih oleh manusia; lawan kata dari bersih. Tidak semua yang dianggap kotor oleh manusia itu adalah najis, hadats, dan membatalkan wudhu.

Dewan Fatwa Islamweb.net menyatakan:

فالقذر اسم لما تعافه النفس وتكرهه نجساً كان أو غير نجس، فالقذر إذن أعم من النجس مطلقاً.

Al-Qadzar adalah istilah untuk semua yang tidak disukai oleh jiwa, baik itu berupa najis ataupun bukan najis. Maka qadzar itu lebih umum dari najis.” (Fatwa Dewan Islamweb no. 132530)

Najis, hadats, dan pembatal wudhu ditentukan berdasarkan dalil-dalil. Adapun kotoran secara umum, statusnya kembali kepada hukum asal segala sesuatu adalah suci dalam pandangan syariat. Kaidah fiqih mengatakan:

والأصل في أشيائنا الطهارة *** والأرض والثياب والحجارة

“Hukum asal segala benda yang ada di (bumi) kita adalah suci, demikian juga tanah, pakaian, dan batu.” (Manzhumah Qawaid Fiqhiyyah as-Sa’diyah)

Maka kotoran dibagi menjadi dua:

  1. Kotoran yang bukan najis, semisal tanah, debu, noda makanan, noda cat, dan semisalnya. Statusnya asalnya suci dalam pandangan syariat, kecuali sudah tercampur dan didominasi oleh zat lain yang termasuk najis. Demikian juga terkena benda-benda tersebut bukan pembatal wudhu karena tidak terdapat dalil bahwa mereka dapat membatalkan wudhu. Maka tidak benar sikap sebagian orang yang merasa wudhunya batal karena ia menginjak tanah.
  2. Kotoran yang merupakan najis, yaitu kotoran yang ditetapkan syariat sebagai najis, seperti kotoran manusia (feses), air seni, madzi, bangkai, air liur anjing, babi, dll.

Meski demikian, kotoran yang statusnya suci bukan najis dalam syariat, bukan berarti seorang muslim bermudah-mudahan terhadapnya. Di antara adab yang baik bagi seorang muslim adalah senantiasa menjaga kebersihan dan berpenampilan yang bagus. Bukan adab yang baik jika seorang muslim berpenampilan kumal, kotor, pakaiannya penuh noda, rumahnya pun kotor, sampah berceceran, walaupun tidak terdapat najis. Ini bukan adab yang baik. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

إنَّ اللهَ جميلٌ يحبُّ الجمالَ

“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan mencintai keindahan.” (HR. Muslim no.91)

Maka orang yang sudah berwudhu untuk shalat, lalu badannya terkena tanah, hendaknya tetap dibersihkan sebagai bentuk menjaga kebersihan dan berpenampilan yang bagus. Adapun wudhunya tetap sah. Wallahu a’lam.

Was shalatu was salamu ‘ala Muhammadin, walhamdulillahi rabbil ‘alamin.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/40553-setelah-wudhu-menginjak-tanah-apakah-batal.html